Bab I
TEORI BELAJAR
A. Teori Disiplin Mental
Disiplin mental merupakan perubahan perilaku yang diakibatkan oleh
pengalaman. Sebelum abad ke-20 telah berkembang beberapa teori belajar, yang
salah satunya adalah teori disiplin mental. Teori belajar ini dikembangkaan
tanpa di landasi eksperimen dan ini berarti dasar orienntasinya adalah filosofis
{berfikir secara mendalam} atau spekulatif
{perkiraan}. Namun teori-teori
sebelum abad ke-20, seperti teori disiplin mental ini sampai sekarang masih ada
pengaruhnya, terutama dalam pelaksanaan pengajaran disekolah-sekolah.
Sebagai referensi mengatakan teori ini ditemukan oleh Plato
dan Aristoteles
tetapi ada juga yang mengatakan teori ini sudah ada sejak jaman kuno.
Disiplin mental juga di kenal dengan ungkapan disiplin formal. Gagasan utama dalam teori disiplin mental adalah
pada otak (mind), yang diangankan
sebagai benda nonfisik, yang terbaring tidak aktif (dorman) lalu ia dilatih seperti otot-otot fisik yang bisa kuat jika
dilatih secara bertahap dan terus-menerus serta dengan porsi yang memadai, maka
otot-otot fikiran atau otakpun demikian halnya. Bisa kuat dalam arti lebih
tinggi kemampuannya jika dilatih secara bertahap dan memadai. Disini kecakapan
fikiran atau otak seperti ingatan, kemauan,
akal budi (reason), dan ketekunan,
dianggap sebagai “otot-ototnya”
fikiran atau otak tadi. Dalam teori disiplin mental, belajar atau perubahan
perilaku kearah yang berkualitas diartikan sebagai pemerkuat (strength ening) atau pendisiplinan
kecakapan berfikir (otak), yang pada
akhirnya menghasilkan perilaku kecerdasan. Bila saya Tanya pada Anda, 5 X 5
hasilnya berapa? Secara reflex ungkin Anda akan menjawab 25. Atau berapa hasil
5 X 6, 6X 6…….sebagian dari kita mungkin sudah hafal luar kepala tentang
perkalian dari 1 X 1 sampai 10 X 10 dan
akan memberikan jawaban yang benar. Sadarkah Anda ini adaldh akibat dari hasil
belajar dari pola disiplin mental
sewaktu SD dulu. Hal ini juga berlaku terhadap pada hal-hal yang
bersifat praktis misalnya, jika Anda
ingin menguasai bagaiana mengacu kuda,
tentu Anda harus berlatih sendiri, secara itensif samapai bisa. Banyak contoh
aplikasi dari teori ini tidak hanya dalam kalangan pendidikan atau sekolah saja
tetapi juga lembaga-lembaga non pendidikan dan bahkan dikalangan masyarakat
juga. Hampir semua aspek pembelajaran bisa dilakukan dengan cara disiplin,
seperti pembiasan secara tetap akan
suatu pekerjaan, latihan tetap terhadap suatu keterampilan , disiplin diri dala
bertindak, disiplin mengendalikan diri, bekerja keras dengan disiplin tetap.
Semua itu jika dilakukan akan menghasilkan manusia memiliki kemampuan unggul
dibidang yang dikerjakannya atau dilatihnya secara disiplin tadi.
- Tujuan Teori Disiplin Mental
Teori disiplin mental dianggap bahwa dala belajar mental siswa
didisiplinkan. Jadi, tujuan teori belajar adalah menciptakan mental individu
yang kuat, karena dengan mental yang kuat otomatis individu akan lebih menyerap
ilmu yang telah diberikan tanpa ada rasa takut ataupun malu. Misalnya, seorang
guru yang galak (memiliki sifat keras), keras dalam arti jika ada siswanya
tidak mengerjakan tugas yang ia berikan maka ia akan diberikan hukuman. Apabila
siswa memiliki mental yang kuat otomatis ia akan termotifasi untuk belajar yang lebih giat
lagi. Ia menganggap bahwa apabila ia mengerjakan tugas dari gurunya dan tidak
mendapatkan hukuman sedangkan siswa yang lain mendapatkan hukuman maka siswa
tersebut akan merasa bangga atas apa yang telah dikerjakannya. Tetapi
sebaliknya, siswa yang mentalnya lemah ia
akan merasa takut dan selalu takut dengan apa yang ia lakukan sehingga
membuat kepercayaan dirinya menghilang. Akibatnya ilmu yang diperolehnya tidak
maksimal.
- Rumpuan Teori Psikologi Belajar
Menurut rumpuan teori disiplin mental, dari kelahirannya atau secara herediter,
anak telah memiliki potensi-potensi tersebut. Belajar merupakan upaya untuk
mengembangkan potensi-potensi tersebut.
Ada bebrapa teori yang termasuk rumpun disiplin mental yaitu: disiplin
mental theistic, humanistic, naturalisme,
dan apersepsi.
a. Teori
disiplin mental theistic, berasal
dari psikologi daya. Menurut teori ini individu atau anak mepunyai sejumlah
daya mental seperti daya untuk mengamati, menganggap, mengingat, berfikir,
memecahkan masalah dan sebagainya. Belajar merupakan proses melatih daya-daya
tersebut. Jika daya-daya tersebut terlatih maka dengan mudah dapat digunakan
untuk menhadapi atau memecahkan berbagai masalah.
b. Teori
disiplin mental humanistic, bersumber
pada psikologi humanisme klasik dari Plato dan Aristoteles. Humanistic terbagi menjadi dua yaitu pschycidelic
(dengan melakukan sendiri), dan scientistic (dengan memecahkan
masalah). Teori ini hamper sama dengan teori pertama bahwa anak memiliki
potensi-potensi. Potensi perlu dilatih agar berkembang. Perbedaannya dengan
teori disiplin mental theistic ,
teori tersebut menekankan, keseluruhan, keutuhan. Pendidikanya menekankan
bagian-bagian, latihan bagian atau aspek tertentu. Teori disiplin mental humanistic lebih menekankan pendidikan
umum (general education) kalau orang
menguasi hal-hal yang bersifat umum akan mudah ditransfer atau diaplikasikan
pada hal-hal yang bersifat yg khusus.
c. Teori
naturalisme (perkembangan alamiah)
atau unfoldment atau self actualization. Teori ini berpangkal
dari psikologi naturalisme romantic, dengan tokoh utamanya Jean Jacques Rouseau. Sama
dengan teori kedua sebelumnya bahwa anak mempunyai sejumlah potensi atau
kemampuan. Kelebihan dari teori ini, berasumsi bahwa individu bukan saja hanya
mempunyai potensi atau kemampuan untuk berbuat atau melakukan berbagai tugas, tetapi juga memiliki kemauan dan
kemampuan untuk belajar dan belajar sendiri. Agar anak dapat berkembang dan
menaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Pendidik atau guru perlu
menciptakan situasi permisif yang jelas. Melalui situasi demikian, ia dapatg
belajar sendiri dan mencapai perkembangan secara optimal.
d. Teori
belajar yang keempat adlah teori apersepsi,
disebut juga herbartisme, bersumber
pada psikologi structuralisme dengan tokoh utamanya Herbart. Menurut aliran
ini, belajar adalah membentuk masa apersepsi. Anak mempunyai kemampuan untuk
mempelajari sesuatu. Hasil dari suatu perbuatan belajar disimpan dan membentuk
suatu masa apersepsi (mengasosiasikan gagasa-gagasan yang lama kegagasan baru),
dan masa apersepsi ini digunakan untuk mempelajari atau menguasai pengetahuan
selanjutnya, semakin tinggi perkembangan anak, semakin tinggi pula masa
apersepsinya.
Asumsi atau konsep dasar teori disiplin mental lebih mengarah kepemikiran
(spekulatif). Teori ini dikembangkan
tanpa dilandasi eksperimen. Artinya, teori ini dikembangkan hanya melalui
pemikiran, gagasan, ide-ide, dann lainya dari para filosofis. Teori ini
menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih. Dalam
belajar siswa membaca misalnya, guru pengikut teori ini melatih “otot-otot”
mental siswa. Guru-guru ini mula-mula akan memberikan daftar kata-kata yang
diinginkan dengan menggunakan kartu-kartu dimana tertulis setiap kata itu.
Selanjutnya mereka melatih siswa-siswa mereka, dan setiap hari diberi tes, dan
siswa-siswa yang belum pandai harus kembali sesudah jam sekolah untuk kembali.
Menurut teori disiplin mental, latihan mental diberikan atau ditanamkan
dalam bentuk studi. Disiplin mental juga dikenal dengan ungkapan disiplin
formal. Kecakapan fikiran atau otak seperti ingatan, kemauan, akal budi (reason), dan ketekunan (perseverance),, merupakan “otot-ototnya”
fikiran atau otak tadi. Seperti halnya otot-otot psikilogis yang bisa kuat jika
dilatih secara bertahap dan terus-menerus serta dengan porsi yang memadai, maka
otot-ototnya fikiran atau otakpun
demikian halnya. Ia bisa kuat dalam arti lebih tinggi kemampuannya jika dilatih
secara bertahap dan memadai.
Seperti halnya otot-otot fisik yang bisa kuat jika dilatih secara
bertahap dan terus menerus serta dengan porsi yang memadai, maka otot-otot
fikiran atau otakpun demikian halnya. Ia bisa kuat dalam arti lebih tinggi
kemampuannya jika dilatih secara bertahap dan memadai. Seperti ingatan,
kemauan, akal budi (reason), dan
ketekunan dianggap sebagai “otot-otonya” fikiran atau otak tadi. Dalam teori
disiplin mental, belajar atau perubahan perilaku kearah yang berkualitas
diartikan sebagai pemerkuat (strengthening),
atau pendisiplinan kecakapan berfikir (otak ), yang pada akhirnya menghasilkan
perilaku kecerdasan.
Tambahan
Teori disiplin mental adalah salah satu dari teori yang berkembang
sebelum abad ke-20, filsuf terkenal Ariestoteles dan Plato adalah penggagas
utama dalam teori disiplin mental. Teori ini berkembang dengan dasar spekulatif
ataupun filosofis saja, tanpa ada eksperimen. Pembelajaran dalam disiplin
mental adalah dengan mendisiplinkan atau melatih mental manusia hingga menjadi
terbiasa dan kemudian bisa. Mneurut teori disiplin mental, latihan mental
diberikan atau ditanamkan dalam bentuk
studi. Main idea disiplin mental adalah
pada otak atau fikiran (mind)
manusia, yang diangankan sebagai
benda non fisik, terbaring tidak aktif (dorman) hingga ia dilatih.
1. Pengertian Teori Belajar Behaviuoristik
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami
perilaku individu. Behaviorisme mamandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavioris
lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah
hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia itu baik atau
jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor
lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif
yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku mereka. Dari hal ini timbullah konsep “manusia mesin” (homo mechanicus). Cirri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanitis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,
mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antar reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.
Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan
reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
2. Teori Connectionisme S.R Bond (Edwar Thorndike)
Dapat dikatakan bahwa pelopor teori conditioning
adalah Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia,
seorang psikolog refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan percobaa-percobaan
dengan anjing. Secara ringkas percobaan-percobaan Pavlov dapat kita uraikan
sebagai berikut:
Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga kelenjar
ludahnya berada di luar pipinya, dimasukan kekamar yang gelap. Dikamar itu
hanya ada sebuah lubang terletak didepan moncongnya, tempat menyodorkan makanan
atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Pada
moncongnya yang telah dibedah dipasang sebuah pipa (selang) yang dihubungkan
dengan sebuah tabung sebuah kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar
tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan
percobaan-percobaan. Alat-alat yang digunakan dalam percobaan-percobaan itu
ialah makanan, lampu senter untuk menyorot bermacam-macam warna, dan sebuah
bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa
gerakan-gerakan refleks itu dapat
dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian
dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned reflex) keluar air liur ketika melihat makanan yang
lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditional reflex)
keluar air liur karena menerima atau
bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau terhadap suara bunyi tertentu.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov
terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law
of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika
dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinnforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b. Law
of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
Conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghindarkan reinforce, maka
kekuatannnya akan menurun.
c. Low
of Readiness yaitu hukam
kesiapan
d. Low
of Exercise yaitu hukum latihan
Para ahli mengemukakan seperti:
1. Ivan
Pavlov: menguji percobaan dengan anjing
2. Thorndike:
menguji percobaan kepada kucing
3. Watson:
perubahan stimulus dan respon yang bisa diketahui atau dilihat
Ada beberapa prinsip teri behavioristik
ü
Reinforcement: hukuman
ü
Punishment: penyegeraan stimulus
ü
Shamping: pembentukan
Ciri khas dilakukan langkah-langkah secara detail
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage
dan Blinner
tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
beharvioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan perubahan
perilakunya.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru tersebut Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena
itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement) . bila
penguatan ditambahkan (positif reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
- Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azaz belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler,1991). Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting
dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.
Saran dari teori ini adalah guru
harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak
boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell. Gredler, 1991)
- Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, namun lebih konverhensif.
Menurut Skinner hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena
stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus
itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku. Oleh karena itu dalam tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan yang lainnya, serta memahami
konsep yang akan dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul
akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
- Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pembangunan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat
bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiataan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
berstuktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi
mind atau fikiran adalah menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui
proses berfikir yang dapat dianalisis dan difila, sehingga makna yang di
hasilkan oleh karakteristik struktur pengetahaun tersebut. Pelajaran di
harapkan akan memiliki pemahaman yang sama terdapat pengetahuan yang di
ajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
di pahami oleh murit.
- Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori
belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.
Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioristik dimana prilaku
manusia tunduk pada pengetahuan dan hukuman, pada perspektif kognitif ternyata
di temui tiap individu justru merencanakan respons prilakunya, menggunakan
berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta mengelolah pengetahuan
secara unik dan lebih berarti .Teori belajar yang berasal dari aliran psikologi
kognitif ini menelaah bagaimana orang berfikir, mempelajari konsep dan
menyelesaikan masalah. Behavioristik adalah proses perubahan tingkah laku
contohnya dari tidak bisa naik motor menjadi bisa naik motor. Hal yang menjadi
pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang jenis pengetahuan
dan memori.
a.
Jenis
Pengetahuan
Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses
belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa
yang telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian,
dipersepsi, dipelajari, diingat,
ataupun dilupakan. Pengetahuan
bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar
berikutnya. Berbagai riset terapan tentang hal ini telah banyak dilakukan dan
makin membuktikan bahwa pengetahuan dasar yang luas ternyata lebih penting
dibanding strategi belajar yang terbaik yang tersedia sekalipun. Terlebih bila
pengetahuan dan wawasan yang luas ini disertai dengan strategi yang baik tentu
akan membawa hasil yang lebih baik lagi tentunya.
Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi
tiga bagian, yaitu:
v
Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang
bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya pengetahuan
konseptual.
v
Pengetahuan procedural, yaitu pengetahuan
tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian dalam satu
bilangan ataupun cara kita mengemmudikan sepeda, singkatnya (pengetahuan bagaimana).
v
Pengetahuan kondisional, yaitu pengetahuan dalam
hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan procedural digunakan.
b.
Model
Pengelolaan Informasi
Untuk menggunakan tiga jenis pengetahuan diatas, tentunya kita harus
dapat mengingatnya dengan baik. Hal berikutnya toeri belajar yang dibahas dalam
perspektif kognitif ini adalah tentang
bagimana individu mengingat dan bagian apa saja dari memori yang bekarja dalam
proses berfikir seperti pada pemecahan masalah.
Model pengolahan informasi merupakan salah satu model dari perspektif
teori belajar ini yang menjelaskan kerja memori mmanusia sesaui dengan analogi
komputer, yang meliputi tiga macam sistem penyimpangan ingatan: memori sensori,
memori kerja dan memori jangka panjang.
§
Memori Sensori adalah sistem mengingat stimuli
secara cepat sehingga analisis persepsi dapat terjadi.
§
Memori kerja atau memori jangka pendek,
menyimpan lima sampai sembilan informasi
pada satu waktu sampai sekitar 20 detik, yang cukup lama untuk pengolahan
informasi terjadi. Informasi yang dikodekan (decode) serta persepsi tiap individu akan menentukan apa yang perlu
disimpan dalam memori kerja ini.
§
Memori jangka panjang penyimpanan informasi yang
sangat besar dalam waktu yang lama. Informasi didalamnya disimpan dalam bentuk
secara verbal dan visual.
- Teori Perkembangan Jean Peaget
Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu jaen
piaget(1896-1980), mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif
dunia kognitif mereka sendiri. Piaget
yakin bahwa anak-anak menyesuiakan pemikiran mereka untuk menguasai
gagasan-gagasan baru, kerena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka
terhadap dunia.
Dalam pandanan Piaget, terhadap
proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan
penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan
pengorganisasian pengalamam- pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan
diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan
okomodasi.
Asimilalasi terjadi ketika
individu menggabungkan informasi baru kedalam pengetahuan mereka yang sudah ada.
Sedangkan okomodasi adalah terjadi
ketika individu menyesuaikan diri dengan infirmasi baru.
Seorang anak berumur tujuh tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk
memasang gambar didinding. Ia mengetahi dari pengamatan bahwa palu adalah objek
yang harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua
benda ini, ia menyesuaikan pikiranya dengan pimikiran yang sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena palu
terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok,
sehingga ia kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk sedikit mengubah konsep disebut akomodasi.
Piaget mengatakan bahwa kita
melampaui perkembangan mulalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing
tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berfikir yang berbeda. Berikkut
adalah penjelasan lebih lanjut:
·
Tahap Sensorimotor
(Sensorimotor
Stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap
pertama Piaget. Pada tahap ini, perkembang mental ditandai oleh kemajuan yang
besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan
tindakan-tindakan fisik.
·
Tahap Praoperasional
(Preoperational
Stage), yang terjadi dari usia 2 sampai 7 tahun, merupakan tahap kedua Piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata
dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme,
animisme, dan intiutif. Egosentrisme adalah suatu ketidakmampuan untuk membedakan
antara perspektif seseorang dengan perspektif orang lain dengan kata lain anak
melihat sesuatu hanya dari sisi dirinya. Animisme
adalah keyakinan bahwa objek yang tidak bergerak memiliki kualitas semacam
kehidupan dan dapat bertindak. Seperti seorang anak yang mengatakan,”Pohon itu
bergoyang-goyang mendorong daunnya dan daunnya jatuh”. Sedangkan intuitif adalah anak-panak mulai
menggunakan penalaran primitif dan ingin menngetahui jawaban atas semua bentuk
pertanyaan. Mereka mengatakan menngetahui seseuatu tetapi mengetahuinya tanpa manggunakan
pemikiran rasional.
·
Tahap Operasional
Konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung dari usia 7
sampai 11 tahun, merupakan tahap ketiga Piaget.
Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran
intuitif sejuah pemikiran dapat diterapkan kedalam contoh-contoh yang spesifik atau konkrit.
·
Tahap Operasional
Formal (formal operational stage), yang terlihat pada usia 11 hingga 15
tahun merupakan tahap keempat dan terakhir dari Piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata,
pengalaman-pengalaman konkrit dan berfikir secara abstrak dan lebih logis.
- Teori Belajar Menurut Brunner
Jerome S. Brunner, seorang ahli pskologi (1915) dari Universitas Harvad, Amerika Serikat,
telah mempelopori aliran psikologi
kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada
pentingnya pengembangan berfikir. Brunner
banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia,
bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan
dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa
manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Brunner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang
diberikan pada dirinya.
Menurut Brunner (dalam Hudoyo,
1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari,
serta mencari hubungan antara
konsep-konsep dan struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan
keteraturan dengan cara mengotak atik bahan-bahan yang berhubungan dengan
keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam
belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan
struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami
materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukan bahwa materi yang mempunyai
suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Dalam
setiap kesempatan, pembelajaran matematika
hendaknya di mulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi
(contextual problem). Dengan
mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk
meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Dengan demikian agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan
intelektual anak dalam mempelajari suatu pengetahuan (misalnya suatu konsep
matematika), maka meteri pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahapan perkembangan kognitif atau
pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam fikiran
(struktur kognitif) orang tersebut.
Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti
proses belajar bterjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga model tahapan enaktif,
model ikonik, dan model tahap
simbolik.
a.
Model
tahap Enaktif (secara langsung)
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara
langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak
belajar susuai pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif,
dengan menggunakan benda-benda konkrit atau menggunakan situasi yang nyata,
pada penyajian ini anak tanpa
menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat
atau melakukan sesuatu.
b.
Model
tahap Ikonok (berdasarkan symbol-simbol)
Tahap ikonik yaitu suatu tahap
pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipresentasikan
(diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual
imaginery), gambar atau diagram,
yang menggambarkan kegiatan konkrit atau situasi konkrit yang terdapat
pada tahap enaktif tersebut.
c.
Model
Tahap Simbolik (melalui bahasa)
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi
simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat
dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah
mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini,
pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstak (abstract symbolis), yaitu simbol-simbol
arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan, baik simbol-simbol vebal (misalnya huruf-huruf, kata-kata,
kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak
yang lain.
- Teori Belajar Bermakna Menurut David Ausubel
David Ausubel adalah seoerang ahli psikologi pendidikan. Inilah
yang membedakan David Ausubel dengan
teoriwan lainnya yang hanya berlatar belakang psikologi, David Ausubel memberikan penekanan pada “Belajar Bermakna” serta retensi dan variable-variabel yang
berhubungan dengan macam belajar.
Teori belajar Ausubel dikenal
dengan nama Teori Belajar Bermakna. Menurut Ausubel
belajar dapat diklassifikassikan kedalam
dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau
materi disajikan pada siswa, melalui penemuan dan penerimaan. Dimensi kedua
berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi
pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar
bermakna. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghafal informasi baru
tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang
telah ada dalam struktur kognitifnya,
maka dalam hal ini terjadi belajar hapalan.
1.
Belajar
Bermakna
Inti dari teori Ausubel
tentang belajar adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajr bermakna merupakan suatu proses pengaitan
informassi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang
memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan
didaerah-daerah tertentu dalam otak yang terlibat ddalam penyimpanan
pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan
dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip
dengan informasi yang sedang dipelajari.
2.
Belajar
Hapalan
Bila dalam struktur
kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep yang relevan, maka yang baru
dipelajari secara hapalan. Bila tidak terjadi usaha mengasimilasikan
pengetahuan yang baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur
kognitif, akan terjadi belajar hapalan. Pada kenyataanya, banyak guru dan
bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong siswa untuk menentukan dan
menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk
mengassimilasikan pengetahuan baru dan akibatnya pada para siswa terjadi belajar hafalan.
3.
Subsumsi
dan Subsumsi Obliteratif
Selama belajar bermakna
berlangsung, informasi baru terkait pada konsep dalam strukturkognitif, dalam
fenomena pengaitan ini Ausubel mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan
informasi baru. Subsume mempunyai peranan interaktif, mempelancar gerakan
informasi yang relevan melalui penghalang perceptual dan menyediakan suatu
kaitan antara informasi yang baru diterma dan pengetahuan yang sudah dimilki
sebelumnya.
Menurut Ausubel dan Novak (1977), ada tiga kaitan
kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:
1. Informasi
yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat
2. Memudahkan
proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip
3. Mempermudah
belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”
4. Variable-variabel
yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna
Factor-faktor utama yang
mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel ialah kognitif yang ada,
stabilitas dan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu.
Persyaratan-persyaratan
dari belajar bermakna yaitu: materi yang dipelajari harus bermakna secara
potensial dan anak yang akan atau siswa harus bertujuan. Untuk melaksanakan
belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk melaksanakan belajar
bermakna.
a. Penerapan
Teori Ausubel Dalam Mengajar
Dalam menerapkan teori
Ausubel dalam mengajar, selain konsep-konsep yang telah dibahas terdahulu, ada beberapa konsep dan
prinsip-prinsip lain yang perlu kita perhatikan yaitu:
1. Pengaturan
Awal (Advance Organizer)
Suatu pengaturan awal
mengarahkan para siswa kemateri yang akan mereka pelajari dan menolong mereka
untuk mengingat kkembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam
membantu menanamkan pengetahuan baru.
2. Diferensi
Progresif
Menurut Ausubel
pengembangan konsep berlangsung yang paling baik, bila unsur-unsur yang umum,
paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan
kemudianbaru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari
konsep itu. Dengankata lain model belajar Ausubel pada umumnya berlangsung dari
umum kekhusus.
Dengan strategi ini guru
mengajarkan konsep-konsep yang paling inklifrdahulu, kemudian konsep yang
kurang inklusif, dan setelah itu baru mengajarkan hal-hal yang khusus. Proses
penyusunan konsep seperti ini disebut Diferensi Progresif
Contoh: dalam pelajaran
ilmu kimia di SMA mengenai gagasan diferensi progresif, diberikan bagaimana mengajarkan
“senyawa karbon”. Guru tidak mulai dengan mengajarkan asam cuka, atau alkoholl
misalnya, melainkan dengan melalui dari senyawa karbon, lali menemukakan
mengapa senyawa itu disebut senyawa karbon. Lalu mengemukakan bahwa senyawa
karbon ada dua macam, yaitu senyawa alifatik dan senyawa aromatic, lalu senyawa
alifatik dapat diturunkan lagi menjadi beberapa golongan sennyawa-senyawa,
yaitu senyawa-senyawa hidrokarbon,
senyawa-senyawa karbonil, dan lain-lain. Kemudian diperinci lagi menjadi
deretan homolog alkana, elkana, dan alkuna. Contoh-contoh seperti
inilah yang merupakan konsep-konsep paling khusus, sedangkan senyawa
karbon itu sendirimerupakan konsep yang paling inklusif.
3. Belajar
Superordinat
Belajar superordinat
terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai
unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Hal yang sama
terjadi, bila anak belajar, bahwa tomat, buncis, wortel dan semua sayuran, dan setelah mereka belajar
biologi ditekankan konsep-konsep buah dan akar, mungkin belajar superordinat
tidak biasa terjadi disekolah, sebab berbagai besar guru-guru dan buku-buku
teks mulai dengan konsep-konsep yang lebih inklusif, pada konsep inklusif inni
waktu dikemudian hari disajikan konsep-konsep khusus subordinat.
4. Penyesuaian
Integratif
Menurut Ausubel, dalam
mengaara bukan hanya urutan menurut diferensi progresif yang diperhatikan,
melainkan juga diperhatikan bagaimana
konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus
memperhatikan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit, dan bagaimana
konsep-konsep yang tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
B. Aplikasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran
1. Belajaran
akan lebih berhasil apa bila disesuaikan dengan tahap perkembang kognitif
peserta didik.
2. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperiman dfengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu dengan pertanyaan tilikan dari guru.
3. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada pesrta didik agar mau
berintegraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai
hal dari lingkungan.
1. Pengertian Teori Sibernetik
Teori sibernetik merupakan teori belajar yang paling baru dibandingkan
dengan teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan
teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah
pemprosesan informasi.
Teori ini lebih
mementingkan system informasi dari pesan tersebu. Teori sibernetik berasumsi
bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi.
Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system informasi.
Teori ini telah
dikembangkan oleh para penganutnya, antara lain seperti pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
pemprosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan Blinner, Biehler dan
Snowman, Baine, serta Tennyson.
Bahwa proses pengolahan
informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi
(encoding)¸diikuti derngan penyimpanan
informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali
informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval)
Kelebihan
teori sibernetik
1. Cara
berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
2. Penyajian
pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3. Kapabilitas
belajar dapat disajikan lebih lengkap
4. Adanya
keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai
5. Adanya
transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
6. Control
belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
7. Balikan
informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang
telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan
Kelemahan teori sibernetik
Teori ini dikritik karena
lebih menekankan pada system informasi yang dipelajari dan kurang memperhatikan
bagaimana proses belajar.
2. Teori Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi
adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan ,
penyimpanan, dan pemanggilan kembali
pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175).
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan
dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, perlu menerapkan
suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses
didalam otak melalui bebrapa indera.
Komponen pertama dari
system memori yang dijumapi oleh informasi yang masuk adalah registrasi
penginderaan. Registasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari
indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua
detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam
registrasi penginderaaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.
Keberadaan register
penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, orang
harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat.
Kedua, seseorang memrlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat
dalam waktu singkat masuk dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).
Interprestasi seseorang
terhadap rangsangan dikatakan sebagai perspsi. Persepsi dari stimulus tidak
langsung seperi penerimaan stimulus, karena persepsi dipengaruhi status mental,
pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi dan banyak factor lain.
Informasi yang dipersepsi
seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer kekomponen kedua dari system
memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah system
penyimpanan informasi dalam jumlah
terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam
memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi itu atau
mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan waktu untuk pengulangan
selama mengajar.
Memori jangka panjang
merupakan bagian dari system memori tempat menyimpan informasi untuk periode
panjang. Tuvling (1993) dalam (Savling, 2000:181) membagi memori jangka panjang
menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik yaitu bagian memori jangka panjang
yang menyimpan gambaran dari pengalaman-pengalaman pribadi kita, memori
simantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menimpan fakta dan
pengetahuan umum, dan memori procedural adalah memori yang menyimpan informasi tentang
bagaimana melakukan sesuatu.
3. Teori Belajar Menurut Landa
Landa merupakan salah
seorang ahli psikolog yang beraliran
Sibernetik. Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir. Pertama, disebut
proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir linier, konvergen (langsung),
llurus menuju kearah satu target tertentu. Jenis kedua adalah cara berfikir
heuristic, yakni cara berfikir divergen (tidak langsung), menuju kebeberapa
target sekaligus.
Proses belajar akan
berjalan dengan baik jika apa yang hendak
dipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan ( atau dalam istilah yang
lebih teknis yaitu system informasi yang hendak dipelajari) diketahui cirri-cirinya. Satu hal lebih tepat
apabila disajikan dalam bentuk terbuka dan member keleluasaan siswa untuk
berimajinasi dan berfikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami sebuah rumus
matematika, biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan
mengarah kesatu tareget tertentu. Nammun, untuk memahami makna satu konsep yang
luas dan banyak memiliki interprestasi
(misalnya konsep “burung”), maka akan lebih baik jika proses berfikir siswa dibimbing kearah
menyebar (heuristic), dengan harapan
pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatis, dan
linier.
4. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Ahli lain adalah yang
pemikirannya beraliran sibernetik adalah Pask dan Sott. Pendekatan serialis
yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatan algoritmik. Namun,
cara berfikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan heuristic. Cara berfikir menyeluruh adalah berfikir cenderung
melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah system informasi. Ibarat
melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi
seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu kebagian-bagian yang lebih
kecil.
Pendekatan yang
berorientasi pada pengolahan informasi menekankan beberapa hal seperti ingatan
jangka pendek (short tern memory), ingatan jangka panjang (long tern memory),
dan sebagainya, yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam
proses pengolahan informasi. Kita lihat pengaruh aliran neurobiologist sangat
terasa disini. Namun, menurut teori siberntik ini, agar proses belajarini
berjalan seoptimal mungkin, bukan hanya cara kerja otak kita yang perlu dipahami,
tetapi juga lingkungan yang mempengaruhi mekanisme itupun perlu diketahui.
5. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik
dalam Pembelajaran
Aplikasi teori sibernetik
terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan
pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada persyarat belajar,
menyajikan bahann perangsang, memberikana bimbingan belajar, mendorong untuk
kerja, memberikan balikan informative, menilai unjuk kerja, meningkatkan
retensi dan alih belajar.
A. Karakter pada Masa yang diharapkan Konstruksi Pengetahuan
Teori belajar
konstruktivistik merupakan pembelajaran yang menekanakna pada proses yang lebih
menhargai pada pemunculan pertanyaan-pertanyaan dan ide-ide peserta didik.
Pendidikan
berwawasan masa depan dapat diartikan sebagai pendidikan yang dapat menjawab
tantangan masa depan, yaitu suatu proses yang dapat melahirkan
individu-individu yang berbekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilain yang
perlu untuk hidup berkiprah dalam era globalisasi.
Komisi internasional bagi
pendidikan abad ke-21 yang dibentuk oleh UNESCO melaporkan bahwa era
globalisasi ini pendidikan dilaksanakan dengan bersandar pada emapt pilar pendidikan yaitu:
1) Learning
to know artinya peserta didik belajar pengetahuan yang penting sesuai
dengan jenjang pendidikan
2) Learning
to do artinya peserta didik mengembangkan keterampilan dengan memadukan
pengetahuan yang dikuasai denagn latihan (law of paratice), sehingga terbentuk
suatu keterampilan yang memungkinkan peserta didik memcahkan permasalahan dan tantangan
kehidupan
3) Learning
to be artginya peserta didik belajar menjadi individu yang utuh, memahami arti
hidup dan athu apa yang terbaik dan
sebaliknya dilakukan dengan baik
4) Learning
to live together artinya pesrta didik dapat memahami arti hidup dengan orang
lain, dengan jalan saling menghormati, saling menghargai, serta memahami adanya
saling ketergantungan (interdependency)
Dengan demikian, melalui
empat pilar pendidikan ini diharapkan pesreta didik dapat tumbuh menjadi
individu yang utuh, yang menyadari segala hak dan kewajiban, serta menguasai
ilmu dan teknologi untuk bekal hidupnya.
B. Proses Belajar Menurut teori Konstruktivisik
Menurut paham
konstruktivistik, manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara
mencoba member arti pada siswa untuk menemukan dan mentransformasikan suatu
informasi kesituasi lain, sehingga dalam proses balajar siswa membangun sendiri
pnegetahuanmereka dengan keterlibatan merekaaktif dalam kegiatan belajar
mengajar.
Pengelolaan pembelajaran
konstruktivistik harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memperolah gagasanya, karena ibaratnya siswa lahir
dengan pengetahuan masihb kosong, yang mencoba melakukan interaksi dengan orang
lain dan lingkungan sekitanya sehingga siswa mendapat pengetahuan awal yang
diproses dari pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Menurut teori
konstruktivistik, belajar adalah proses pemaknaan atau penyusunan pengetahuan
dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interprtasi.
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusatb kegiatan dan guru
sebagai fasilisator. Akan tetapin guru harus mengambil prakarsa untuk menata
lingkungan agar terbentuk proses belajar
optimal sehingga siswa termotivasi untuk belajar dan menggali informasi.
Namun pada akhirnya yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar dari siswa itus
sendir, dengan kata lain bahwa pada
dasarnnya hakekat kendali belajar sepenuhnya
ada pada siswa.
Peranan utama guru dalam interaksi pendidikan adalah
pengendalian yang meliputi:
a) Menimbulkan
kemandirian pada siswa yang memberikan kesempatan untuk bertindak dan mengambil
keputusan
b) Meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan siswa agar dapat melakukan sesuatu yang baik
c) Memberikan
kemudahan dalam belajar dengan menyediakan fasilitas yang mendukung dan member
peluang yang optimal bagi siswa
Pusat pembelajaran
konstruktivistik adalah siswa, dalam proses belajar siswa berusaha menggali dan
membentuk pengetahuannya sendiri serta bebas mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya, sehingga segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan,
lingkungan dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu proses balajar tersebut, dengan demikian siswa akan
terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, mandiri, kritis, kreatif dan
mampu bertanggung jawab.
C. Perbandingan Antara Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran
Konstruktivistik
Pada pembelajaran
tradisonal:
1. Penyajian
kurikulum secara induktif
2. Pembelajaran
berjalan secara rutinitas
3. Kegiatan
kurikuler lebih banyak berorientasi pada buku pegangan yang dimiliki sekolah
4. Peserta
yang belajar lebihb dipandang sebagai objek yang tidak memiliki pengetahuan
apa-apa
5. Penilaian
atau tes belajar dipandang sebagai bagian dari proses yang tidak terpisahkan
dari pembelajaran dan seringkali dilakukan dengan cara testing
6. Pembeljaran
hanya memiliki target menghabiskan materi pelajaran, kurang memperhatikan
kualitas pemahaman siswa terhadap materi yang dismpaikan. Sedangkan pada
pembelajaran konstruktivisme:
1. Penyajian
kurikulum menggunakan pendekatann deduktif
2. Pembelajaran
didesain dalam suasana yang memberikan kebebasan siswa untuk mengekspresikan
ode atau gagasan
3. Kegiatan
kurikuler lebih banyak dikaitkan dnegan realitas dalam kegiatan masyarakat dan
cenderung menggunakan model pembelajaran yang bersifat kooperatif (kerja sama)
4. Pesrta
didik dipahami sebagai individu yang
memiliki potensi untuk mengembangkan materi pelajaran
5. Penilaian
atau tes dilakukan secara progresif dan memlaui karya siswa, biasanya disebut tes fortofolio
6. Pembelajaran
lebih didasarkan pada proses, sehingga siswa/siwi bannyak belajar didalam
kelompok
Hakekat Anak Menurut
Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme
Salah satu teori atau
pandanagan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konsturktivisme adalah
teori perkembanagan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar
tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan cirri-ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berfikir melalui gerakan atau peruatan
(Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya Piaget dikenal
sebagai konstruktivistik pertama ( Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa,
pengetahuan tersebut dengan fikiran anak melallui asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah penyyerapan informassi baru dalam fikiran. Sedangkan, Akomodasi
adalah menyusun kembali struktur fikirann karena adanya informasi baru,
sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang
lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok
dengan rangsangan baru atau memodofikasi skema yang sudah ada sehingga cocok
dengan angsangan itu.
Lebih jauh Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang
melainkan melalui tindakan bahkan
perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Sedangkan perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
kesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan.
Dari pandangan Piaget
tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Berkaitan dengan anak dan
lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell dalam
susan, Marylin dan Tony, 1995:222
mengajukan karakteristik sebagai
berikut:
1) Siswa
tidak dipandang sebagai sesuatu yang
pasif melainkan memilki tujuan
2) Belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin
proses keterlibatan siswa
3) Pengetahuan
bukan suatu yang dating dari luar melainkan dikonstruksi secara personal
4) Pembelajaran
bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengetahuan situasi kelas
5) Kurikulum
bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber
Pandangan tentang anak
dari kalangan kontruktivistik yang lebih mutkhir yang dikembangkan dari teori
belajar kognitif Piaget menytakan bahwa pengetahuan dibangun dalam fikiran
seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan schemata
yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif mengmbangkan schemata sehingga
pengetahuan terkait bagaikan jarring laba-laba dan bukan sekedar tersusun
secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5)
Dari pengertian diatas,
dapat dipahami balajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara
interaktif anatar factor intern pada diri pebelajar dengan factor ekstern atau lingkungan,
sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil
pokok Piaget dalam kaitannnya dengan tahapan perkembangan intelektual atau
tahap perkembangan kognitif atau biasa
juga disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi mengemukakan bahwa:
1) Perkembangan
intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan
urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan itu
dan dengan urutan yang sama
2) Tahap-tahap
tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster
dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan
hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang
menunjukan adanya tingkah laku intelekttual
3) Gerak
melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang
interaksi antara pengalaman (asimilasi)
dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Bebeda dengan
konstruktivisme kognitif ala Piaget,
konstruktivisme social yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan social
maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah
diperoleh dalam konteks social budaya seseorang. Dalam penjelasan ini Tanjung
mengatakan bahwa inti konstruktivistik Vigotsky
adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada
lingkungan social dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme
dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan menurut teori belajar
konstruktivisme adalah menghasilkan individu
atau anak yang memiliki kemampuan
berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
2) Kurikulum
dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstrukskan oleh pesreta didik. Selain
itu, letihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok
dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari
3)
Peserta didik ddiharapkan selalu aktif dan
menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilator, dan teman yang membuat
situasi yang
kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri pesera didik.
Menurut teori humanistic, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pebalajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam prose belajarnya harus berusaha agar
lambatlaun ia mampu mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya. Teori
belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan utama
para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirirnya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Para ahli humanistic melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah:
a) Proses
pemerolehan informasi baru
b) Personalia
informasi ini pada individu
Tokoh penting dalam teori
belajat humanistic secara teori antara lain adalah: Arthur W.Combs, Abraham
maslow dan Carl Rogers.
A. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald
Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna/arti) adalah
konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi
individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak dikuasai atau tidak
relevan dengan kehidupan mereka. Anak
tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka
nggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alas an penting mereka harus
mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus
memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut
sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru yang harus berusaha merubah keyakinan
atau pandangan siswa yang ada. Perilaku interval membedakan seseorang dari yang
lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagai mana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehinga yang pentinng adalah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti
bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi
dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik
pusat pada satu lingkaran kecil (1)
adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi
dunia.
B. Maslow
Teori Maslow didasarkan
pada asumsi bahwa dalam diri individu ada dua hal :
1. Suatu
usaha yang positif untuk berkembang
2. 2.
Kekuatan untuk malwan atau menolak perkembangan itu
Maslow mengemukakan bahwa
individu berperilaku dalam upaya untuk memmnuhi kebutuhan yang bersifat
hirarkis.
Pada diri masing-masing
orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya. Tetapi disisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju kearah keutuhan, keunikan diri, kearah berfungsinya kemampuan,
kearah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dari pada saat itu jug adapt
menerima diri sendiri (self)
Maslow memenuhi
kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Jika seseorang dapat memenuhi kebutuhan pertama,
seperti kebutuhan fisilogis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang
terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya.
Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia
mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
C. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8
JAnuari 1902 di Oakpark, illinoise Chicago, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya ia pindah
kebidang psikologi. Ia mempelajari
psikologi klinis di Universitas Coloumbia dan mendapat gelar Ph. D pada tahun
1931, sebelum ia telah merintis kerja klinis di Rochester Sochieety untuk
mencegah kekerasan pada anak.
Gelar Profesor diterima di
Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia melukis buku pertamanya, “Counseling And
Psychotherapy” dan secara bertahap mengembangkan konsep-konsep
Client-Centerd therapy.
Roger menbedakan dua tipe
belajar, yaitu:
1. Kognitif
(kebermaknaan)
2. Experiential
(pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungka
pengetahuan akademik kedalam pengetahuan terpakai seperti mempelajari mesin
dengan tujuan untuk memperbaiki mobil.Experiential Learning menunjuk pada
pemenuhan kebutuhan dan keinginan secara personal, berinsiatif, evalluasi oleh siswa sendiri,
dan adannya efek yang membekas apda siswa.
Menurut Rogers yang
terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan
pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi
menusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tetang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa
akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengornisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siwsa.
3. Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar
yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukan sejumlah
pinsip-prinsip dasar humanistic yang penting diantaranya ialah:
Manusai itu mempunyai
kemampuan belajar secara alami.
1. Balajar
yang signifikan tarjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dangaan maksud-maksud
sendiri.
2. Belajar
yang menyangkut perubahan didalam persepsi
mengenai dirinya sendiri di anggap mengancam dan cendrung untuk di
tolaknya.
3. Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
4. Apabiila
ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses bejar.
5. Belajar
yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya .
6. Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung
jawab terhadap proses belajar itu
7. Belajar
inisiatip sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat
memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
8. Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri
dan mengkritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara
kedua yang penting.
9. Belajar
yang berguna secara social di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya kedalam diri sendiri
mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model
pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilatatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh ASPY dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi
yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positof.
Cirri-ciri guru yang pasilitatif adalah:
1. Merespon
perasaan siswa.
2. Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah di rancang.
3. Berdialog
dan berdiskusi dengan siswa.
4. Menghargai
siswa.
5. Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan.
6. Menyesuaikan
kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk menetapkan kebutuhan segera dari
siswa).
7. Tersenyum
pada siswa
Dari penelitian itu
diketahui guru yang fasilitatif mengurangi
angka bolos siswa, meningkatlkan angka konsep diri siswa, meningkatkan
upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika
yang kurang di sukai. Mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin
dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi yang lebih
spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
D. Implikasi Teori Belajar Humanistik
a.
Guru
Sebagai Fasiltator
Psikollogi humanistic
member perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai
cara untuk member kemudahan untuk
belajar dan berbagai kualitas sifasilitator.ini merupakan iktisar yang sangat
singkat dari beberapa guidenes (petunjuk):
1. Fasilitator sebaiknya member perhatian kepada penciptaan
suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman keras.
2. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok
yang bersifat umum.
3. Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi didalam belajar yang bermakna
tadi.
4. Dia
mencoba mengatur dan mengediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk mencapai tujuan mereka.
5. Dia
menempati dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di
dalam menanggapi ungkapan-ugkapan di
dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba
untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun
kelompok.
7. Bila
mana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilatator berangsur-angsur dapat
beperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.
8. Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara peribadi yang boleh saja digunakan dan ditolak oleh siswa
9. Dia
harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar
10. Didalam
berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba mengenali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri
E. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Sisiwa
Aplikasi teori humanistic
lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistic adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru member motivasi, kesadaran
mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai
pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya
sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinnya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negative.
Tujuan pembelajaran lebih
kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya
dilalui adalah:
1. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak
belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif
3. Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
4. Mendorong
siswa untuk peka berfikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Siswa
didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan
apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukan
6. Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan fikiran siswa, tidak menilai
secara normative tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya
7. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan
teori humanistic ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran
yang bersifat pembentukan keperibadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena social. Indicator dari keberhasilan aplikasi ini
adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan
menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan
mengatur peribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
1. Pandangan Honey dan Mumford terhadap Belajar
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar
kedalam empat macam golongan, yaitu kelompok
aktivis, golongan reflecto, kelompok teoris dan golongan pragmatis.
a. Kelompok
Aktivis
Orang-orang yang tergolong
dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah untuk diajak berdialog,
memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah
percaya.nemun dalam melakukan tindakan seringkali kurang mempertimbangkan
secara matang dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan
diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sifatnya penemuan-penemuan
baru, seperti pemikiran baru, plengalaman baru. Namun mereka cepat bosan dengan
kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b. Kelompok
Reflector
Dalam melakukan tindakan,
orang tipe reflector sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan
baik-buruk, untung-rugi, selalu
diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian tidak
mudah dipengaruhi, sehingga cenderung bersifat konservatif.
c. Kelompok
Teoris
Orang-orang tipe teoris
memiliki kecenderungan yang sangat
kritis. Mereka suka menganalisis, berfikir rasional dengan menggunakan
penalarannya. Segala sesuatu dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau
hukum-hukum. Mereka tidak menyyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya
subyekif. Dalam melakukan memutuskan sesuatu kelompok teoris penuh dengan
pertimbangan, sangat skeptif dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
d. Kelompok
Pragmatis
Orang-orang tipe pragmatis
memiliki sifat-sifat yang praktis. Mereka tidak suka berpanjang lebar dengan
teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya. Bagi mereka yang
penting adalah aspek-aspek praktis. Sesuatu hanya bermanfaat jika dipraktekkan.
Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkna dan
bermanfaat dalam kehidupan.
2.
Pandang Bloom dan Krathwohl Terhadap Belajar
Tujuan belajar yang
dikemukakannya dirangkum dalam tiga kawasan yang terkenal dengan Taksonomi
Bloom. Taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidikdan guru untuk
merumuskan tujuan-tujuan belajar yangn dicapai dengan rumusan yang mudah
dipahami. Setidaknya di Indonesia, Taksonomi Bloom ini banyak dikenal dan
palingbpopuler dilingkungan pendidikan. Secara ringkas ketiga kawasan dalam
Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut:
a. Domain
kognitif
Tediri dari 6 tingkatan, yaitu:
1) Pengetahuan
(mengingat,menghafal)
2) Pemahamanb
(menginterprestasikan)
3) Aplikasi
(menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
4) Analisis
(menjabarkan suatu konsep)
5) Sintetis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
6) Evaluasi
(membandingkan nilai-nilai, ide, metode)
b. Domain
psikomotor
Terdiri dari 5 tingkatan yaitu:
1) Peniruan
(menirukan gerak)
2) Penggunaan
(menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3) Ketepatan
(melakukan gerak dengan benar)
4) Perangkaian
(melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5) Naturalisasi
(melakukan gerak dengan wajar)
c. Domain
Afektif
Terdiri dari 5 tingkatan yaitu:
1) Pengenalan
(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2) Merespon
(aktif berpartisifasi)
3) Penghargaan
(menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4) Pengorganisasian
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
5) Pengalaman
(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
3. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Semua tujuan pendidikan diarahkan
pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu
manusia yang mencapai keaktualisasi diri. Maka sangat perlu diperhatikan
perkembangan pesreta didik dalam mengaktualisasikan dirinya serta realisasi diri. Pengalaman
emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan
dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan
baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat
pilihan-pilihan secara bebas kearah mana ia akan berkembang.
Teori humanistic akan
sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang
lebih luas, sehingga upaya pembelajaran
apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan
untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistic ini masih sukar untuk
diterjemahkan kedalam langkah-langkah
pembelajaran yang praktis dan operasional, tetapi sumbang teori ini
sangat besar. Ide-ide, konsep-konsep tujuan yang telah dirumuskannya dapat
membantu para pendidik dan guru untuk memahami
hakekat kejiwaan manusia.
Dalam prakteknya teori
humanistic ini cenderung mengarakan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan
pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar. Oleh sebab itu, walaupun secara eksplisit belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan humanistic, namun paling tidak dapat dirumuskan langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut:
a) Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
b) Menentukan
materi pembelajaran
c) Mengidentifikasikan
kemampuan awal siswa
d) Mengidentifikasi
topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri
dalam atau mengalami dalam belajar
e) Merancang
fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
f) Membimbing
siswa belajar secara aktif
g) Membimbing
siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajar nya
h) Membimbing
siswa membuat konseptual pengalaman belajarnya
i)
Membimbing siswa dalam mengaplikasikan
konsep-konsep baru kesituasi nyata
j)
Mengevaluasi proses dan hasil belajar
1. Pentingnya mengembangkan
ketampilan hidup
Kehidupan masyarakat dunia
semakin berubah, dari masyarakat ekonomi pertanian menjadi masyarakat industry
dan sekarang sudah berada dalam masyarakat informasi.
Proses pendidikan dan
pembejaran pada masyarakat pertanian
masih terpusat pada guru. Sedangkan pada masyarakat industry
pembelajaran bergeser berpusat pada kurikulum. Pada masyarakat informasi,
proses pembelajaran berpusat pada siswa atau peserta didik dan hasil belajarnya
pun banyak ditentukan oleh komunikasi interaktif.
2. Toeri kecerdasan Ganda
Howard Gender
memperkenalkan sekaligus mempromosikan hasil penelitian Project Zero di Amerika
yang berkaitan dengan kecerdasan ganda (multiple intelligences). Teorinya
menghilangkan anggapan yang ada selama ini tentang kecerdasan manusia. Hasil
penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya
menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama
dianggap ada 7 macam kecerdasan, dan pada buku yang mutakhir ditambahkan lagi 3
macam kecerdasan.
Pokok-pokok pikiran yang
dikemukakan Gernder adalah:
1. Manusia
mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya,
2. Kecerdasan
selain dapat berubah dapat pula diajarkan kepada orang lain,
3. Kecerdasan
merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang berbeda pada
system otak atau pikiran manusia,
4. Pada
tingkat tertentu, kecerdasanini merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Kecerdasan
adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilakan sesuatu yang
dibutuhkan didalam latar budaya tertentu
Berikut akan
dijelaskan secara singkat kesepuluh kecerdasan tersebut, yaitu:
a) Kecerdan
verbal/bahasa (verbal linguistic
intelligences), kecerdasan ini bertanggung jawab terhadap semua hal tentang
bahasa
b) Kecerdasan
logika/matematik (logical/mathematical intelligence), kec erdasan
;logika/matematik sering disebut
berpikir ilmiah, termasuk berpikir deduktif dan induktif
c) Kecerdasan
visual/ruang (visual/spatial intelligence), kecerdasan visual berkaitan dengan
misalnya senirupa, navigasi, kemampuan pandang ruang, arsitektur, permainan
catur. Kuncinya adalah kemampuan indera
pandang dan berimajinasi
d) Kecerdasan
tubuh/gerak tubuh (body/kinesthetic intelligence), kecerdasan tubuh
mengendalikan kegiatan tubuh untukmenyatakan perasaan. Menari, pemain olahraga,
badut, pantonim, mengetik dan lain-lain
e) Kecerdasan
musical/ritmik (musical/rytmic intelligence), kecerdasan ritmik melibatkan
kemampuan manusia untuk mengenali dan menggunakan ritme dan nada serta kepekaan
terhadap bunyi-bunyian di lingkungan sekitar suara manusia
f) Kecerdasan
interpersonal (interpersonal intelligence), kecerdasan interpersonal behubungan
dengan kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal
dengan orang lain
g) Kecerdasan
intrapersonal (intrapersonal intelligence), kecerdasan intapersonal
menggendalikan pemahaman terhadap aspek
internal di seperti perasaan
proses berpikir, refleksi diri, intuisi, dan spiritual
Tiga kecerdasan lagi yang muncul kemudian adalah:
1) Kecerdasan
naturalis (naturaslistic intelligence), kecerdasan naturalis banyak dimiliki
oleh para pakar lingkungan
2) Kecerdasan
spiritual (spritualilist intelligence), kecerdasan spiritual banyak dimiliki
oleh para rohaniwan. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia
berhubungan dengan tuhannya
3) Kecerdasan
eksistensial (exsistensiallist intel.ligence), kecerdasan eksistensial banyak
dijumpai pada para filusuf
Pada dasarnya semua orang
memiliki semua macam kecerdasan diatas, namun tentu saja tidak semuanya
berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama, sehingga tidak dapat
digunakan secara efektif.
3. Kriteria Keabsahan Munculnya Teori Kecerdasan
a. Memiliki
dasr biologis
Kecenderungan untuk mengetahui dan memecahkan masalah
merupakan sifat dasar biologis/filosofis manusia
b. Bersifat
universal bagi spesies manusia
Setiap cara untuk memahami sesuatu selalu ada pada
setiap budaya, tidak pedui kodisi sosio-ekonomi dan pendidikannya.
c. Nilai
budaya suatu keterampilan
Cara untuk memahami sesuatu didukung oleh budaya
manusia dan merupakan hal yang harus diteruskan kepada generasi penerus.
d. Memiliki
basis neurologi
Setiap kecerdasan memiliki bagian tertentu pada otak
sebagai pusat kerjanya.
e. Dapat
dinyatakan dalam bentuk symbol
Setiap kecerdasan dapat dinyatakan dalam bentuk symbol
atau tanda-tanda tertentu.
4. Strategi Dasar Pembelajaran Kecerdasan Ganda
Ada
beberapa strategi dasar daam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan
kecerdasan ganda yaitu:
a. Awakening
intelligene
Membangunkan atau memicu kecerdasan, yaitu upaya untuk
mengaktifkan indera atau mengidupkan kerja otak
b. Amplifying intelligence inteligence
Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara member latihan
dan memperkuat kemampuan membangun kecerdasan.
c. Teaching
for/with intelligence
Mengajarkan dengan atau untuk kecerdasan, yaitu
upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan
kecerdasan ganda.
d. Transferring
intelligence
Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha untuk memanfaatkan
berbagai cara yang telah dilatihkan dikelas untuk memahami realitas dari luar
kelas atau pada lingkungan nyata.
5. Mengembangkan
Kecerdasan Ganda dalam kegiatan Pembelajaran
Kecerdasan
ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofis. Hal ini tampak pada
sikapnya terhadap beajar dan pandangannya terhadap pendidikan atau
pembelajaran.
Hal-hal
penting yang perlu diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda yaitu:
1. Setiap
orang memilikmi kecerdasan-kecerdasan itu
2. Banyak
orang dapat mengembangkan masing-masing kecerdasannya sampai ktingkat optimal
3. Kecerdasan
biasannya bekerja bersama-sama dengan cara yang unik
4. Ada
banyak cara untuk menjadi cerdas
Teori kecerdasan ganda merupakan mode kognitif yang
menjelaskan bagaimana individu-individu menggunakan kecerdasannya untuk
memecahkan masalah dan bagaiman hasinya.
A. Pengertian Andragogi
Andragogi
berasal dari dua kata bahasa Yunani, yakni “Andra” berarti orang dan “agogos”
berarti memimpin suatu seni untuk orang dewasa. Kata Andragogi ini pertama kali
ddigunakan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk dia menjelaskan dan
merumuskan konsep dasar teori pendidikan plato.
Meskipun
demikian Kapp membedakan pengertian social pedagogi yang lebih merupakan proses
pendidikan pemulihan bagi orang dewasa yang cacat. Adapun Andragogi justru
merupakan pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara
berkelanjutan.
B. Andragogi dan Pedagogi
Malcoml
Knowles mwnyatakan: bahwa apa yang kita ketahui tentang belajar selama ini
adalah merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap anak-anak.
Sebagian besar teori belajar mengajar didasarkan pada perumusan konsep pendidikan.
Sebagai
proses pengalihan kebudayaan atas dasr
teori-teori asumsi, kemudian dicetuskan istilah pedagogi yang akar-akarnya
berasal dari bahasa Yunani yaitu “paid”
berarti kanak-kanak dan “agogos” yang berarti memimpin.
Kemudian
pedagogi memilikmi arti memimpin anak-anak atau diartikan secara khusus sebagai
suatu ilmu dan seni untuk mengajar anak-anak. Akhirnya pedagogi didefinsikan
sebagi ilmu dan seni mengajar anak-anak.
1. Perbedaan
Andragogi dan Pedagogi
a. Citra
diri
Seorang anak menganggap bahwa dirinya tergantung pada
orang lain. Pada saat anak itu menjadi dewasa ia akan menjadi sadar dan
merasakan bahwa ia dapat membuta keputusan untuk dirinya sendiri
b. Pengalaman
Orang dewasa didalam hidupnya mempunyai banyak
pengalaman yang sangat beraneka ragam. Justru pada anak-anak itu adalah hal
yang baru.
c. Kesiapan
belajar
Pemilihan isi belajar dan serta waktu untuk belajarnya
dengan kesukaan ya
d. Waktu
dan arah belajarnya
Pendidikan dipandang sebagai upaya untuk mempersiapkan
anak-anak. Pada saat masih kank-kanak mereka belajarnya dengan kesukaan yang
timbul dari dirinnya sendiri.
2. Prinsip belajar orang dewasa
a. Orang
dewasa belajar dengan baik bila dia belajar secara penuh dan diambil bagian
dalam kegiatan belajar
b. Orang
dewasa belajar dengan baik bila
menyangkut masalah dalam dirinya
c. Orang
dewasa belajar dengan baik bila diulang secara terus menerus
d. Orang
dewasa belajar dengan beik bila dihargai dan diberi hukuman
e. Orang
dewasa belajar engan baik bila suka dibertahukan dengan kesungguhan dan etika
yang baik